Senin, 21 Maret 2011

Jalan Cinta Para Pejuang




Salim A. Fillah, Pro U media
Dia sangat bersih, wajahnya berseri-seri,
bagus perawakannya, tidak merasa berat karena gemuk.
tidak bisa dicela karena kepalanya kecil, elok dan tampan,
dimatanya ada warna hitam, bulu matanya panjang,
lehernya jenjang, matanya jelita, memakai celak mata,
alisnya tipis, memanjang dan bersambung,
rambutnya hitam,
jika diam dia tampak berwibawa,
jika berbicara dia tampak menarik,
dia adalah orang yang paling elok dan menawan jika dilihat dari kejauhan,
tampan dan manis setelah mendekat.
::. Ummu Ma'bad Al Khuzaiyyah, tentang Rasulullah .::



"Ya Rasulullah," Kata 'Umar perlahan, "Aku mencintaimu seperti kucintai diriku sendiri."
Beliau Salallahu'alaihi wa sallam tersenyum. "Tidak wahai 'Umar. Engkau harus mencintaiku melebihi cintamu pada diri dan keluargamu."
"Ya Rasulullah", kata 'Umar, "Mulai saat ini engkau lebih kucintai daripada apapun di dunia ini,"
"Nah, begitulah wahai 'Umar."
selalu tersenyum-senyum sendiri jika membaca petikan percakapan ini,
kenapa?...
ya karena 'Umar yang terkenal akan perawakannya yang besar, pembawaannya yang kokoh dan tegap, karakternya yang keras, begitu dengan mudahnya menggeser pilihan-pilihan tentang siapa yang seharusnya mendominasi cintanya. Bagaimana 'Umar menyederhanakan kerja cintanya begitu luar biasa.
"Karena 'Umar memahami-" tulis Salim A fillah "-Cinta adalah kata kerja-adalah persoalan berusaha untuk mencintai. bahwa cinta bukanlah gejolak hati yang datang sendiri melihat paras ayu atau jenggot rapi. Bahwa, sebagaimana cinta kepada Allah yang tak serta merta mengisi hati kita, setiap cinta memang harus diupayakan. Dengan kerja, dengan pengorbanan, dengan air mata, dan bahkan darah."
 
Bisa dikatakan, buku ini begitu Extraordinary. Dengan menampilkan kisah-kisah apik para sahabat dan keluarga Rasulullah Salallahu'alaihi wa sallam, para pembaca akan dengan mudah memahami makna cinta sejati dan sejatinya cinta yang harus diusahakan. Menariknya, fakta bahwa generasi terbaik itu adalah generasi para sahabat, tidaklah serta merta memberikan vonis kepada kita, manusia yang terpisah beribu abad lamanya dari mereka, untuk mustahil meniru dan belajar dari sejarah yang merekam dengan baik bahwa mereka selalu mengupayakan keputusan-keputusan untuk mencintai Tuhannya melebihi diri mereka sendiri-dan dengan cara yang manusiawi tentunya.
Bahkan mereka bukanlah manusia-manusia sempurna yang bersih dari kesalahan.
"Suatu Ketika," demikian 'Abdullah 'Ibnu 'Abbas berkisah, "Seorang wanita sholat dibelakang Rasulullah Salallahu'alaihi wa sallam." Dia seorang wanita yang sangat cantik, secantik-cantik wanita. "Demi Allah," kata 'Ibnu 'Abbas bersaksi, "Aku belum pernah melihat wanita secantik dia." Wanita itu langganan menempati shaff terdepan dibarisan para wanita.
Keberadaan sang wanita membelah sikap para sahabat dalam shalat berjama'ah. Sebagian berupaya keras untuk datang lebih awal dan mengambil tempat di shaff terdepan agar jangan sampai melihatnya. Agar tak sempat tergoda. Tetapi ada juga sebagian yang melambatkan kehadirannya. Mengakhirkan diri agar mendapatkan shaff  terbelakang dibarisan lelaki, agar curi-curi pandang bisa leluasa dilakukan. Ketika ruku' mereka merenggangkan kedua tangan, menyeksamai kecantikannya melalui celah ketiak mereka.

Para sahabat yang mulia tidaklah serta merta menjadi malaikat yang senantiasa bersih dari kesalahan dan terjamin dari dosa. Adalah mereka dengan sifat kemanusiaannya tetap saja dapat tergoda oleh lukisan cahaya berpendar kecantikan yang memesona yang terukir pada sosok wanita yang suatu kali hadir melengkapi shalat jama'ah bersama Rasulullah.
Namun, kesejatian iman mereka begitu unik dan kokoh, keagungan mereka dengan jelasnya terlukiskan ketika mereka begitu ridho dengan teguran penuh kasih sayang yang Allah turunkan setelah peristiwa itu.

"Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu diantara kalian. Dan sungguh Kami mengetahui pula orang-orang yang mengakhirkan diri" Qs. Al Hijr: 24

Bukan hardikan maupun kecaman yang Allah berikan kepada mereka yang membuat kesalahan. Bahwa mereka, para sahabat, adalah manusia yang memiliki fithrah dalam ketertarikannya pada wanita itu merupakan suatu fakta yang Allah sungguh sangat memahaminya. Inilah generasi, yang Allah mencintai mereka, dan merekapun mencintai Allah.

Bagaimana mengupayakan cinta seperti itu? Bisa dipelajari lebih lanjut dalam salah satu karya terbaik Salim A. Fillah ini.
Jalan Cinta Para Pejuang..

diresensi oleh: Ranger Pink

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Susah dah dapatkan buku ini ni.
semoga dimudahkan Allah memilikinya.

lisa al Fath mengatakan...

yoiyoi..Insya Allah masih ada..lisa pesan ma teman yg di jkt kmrn ^_^, mun ranger biru berminat bise manfaatkan link lisa

Posting Komentar